RUMAH BANJAR KOLONI KELELAWAR
Oleh: HE. Benyamine
Mengunjungi anjungan rumah Banjar di Taman Mini Indonesia Indah, seakan sedang menyaksikan istana kelelawar. Meski sudah pernah mendapatkan informasi tentang rumah Banjar yang di huni kelelawar dalam pemberitaan, ternyata melihat langsung memberikan sensasi tersendiri, dan sekaligus terbesit pertanyaan mengapa hal seperti ini dapat terjadi pada anjungan yang keberadaannya untuk memperkenalkan Kalimantan Selatan dengan bentuk bangunan salah satu rumah adat Banjar tersebut. Malah, nampak terlihat berserakannya kotoran kelelawar, yang menandakan telah terjadi koloni terhadap tempat itu, sebagaimana terjadinya koloni terhadap Kalsel oleh perusahaan pertambangan dan perkebunan.
Menurut pemerintah provinsi, berbagai cara sudah dilakukan untuk mengusir kelelawar dari anjungan Kalsel, namun hasilnya tidak menggembirakan dan belum berhasil, bahkan dengan cara gaib juga sudah pernah dicoba. Rumah Banjar di Ibukota itu seakan telah mengatakan kepada orang-orang yang tertahan dari jauh untuk membatalkan niatnya mengujungi tempat itu, karena koloni kelelawar telah memberikan pesan siapa yang berkuasa atas anjungan tersebut, dan juga memberikan gambaran tentang tiadanya perawatan atas bangunan serta melupakan untuk apa anjungan itu dibangun.
Ada yang berkelakar, kelelawar di anjungan Kalsel merupakan bentuk unjuk rasa kelelawar karena gunung-gunung, lembah, dan bukit-bukit yang menjadi tempat tinggal mereka telah diobrak-abrik pertambangan dan perambahan hutan, sehingga kelelawar memilih untuk pindah ke anjungan Kalsel agar dapat dilihat orang luar tentang kerusakan alam. Kelakar seperti ini memang sering terdengar pada saat lagi mawarung, yang tentu saja untuk bahan tertawaan.
Pengelola anjungan Kalsel sudah berupaya dengan memasang lampu sorot dari sudut rumah mengarah ke atap bubungan tinggi, naman hal ini ternyata tidak membuat kelelawar meninggalkan anjungan. Orang yang berkunjung dan mengetahui maksud diletakkannya lampu sorot tersebut, malah membayangkan bagaimana warga dalam film Batman meminta bantuan kepada Batman, sehingga hal itu menjadi lelucon tersendiri yang mengatakan bahwa wajar saja kelelawarnya tidak mau pindah dikiranya panggilan sebagaimana lampu sorot untuk panggilan Batman.
Bahkan, Arsyad Indradi menyatakan sanggup (serius atau bercanda beliau yang tahu) untuk mengusir kelelawar yang ada di anjungan Kalsel tersebut, jika dia diminta untuk mengatasinya. Si penyair gila tersebut bersedia untuk tinggal di sana untuk sementara hingga kelelawar minggat dari anjungan dengan disediakan fasilitas yang dibutuhkan. Menurutnya kelelawar tersebut hanya memanfaatkan tempat yang sepi dan tidak terurus, sehingga yang dibutuhkan adalah adanya aktivitas dari pengelola anjungan tersebut. Dengan melakukan berbagai aktivitas pada siang hari, dengan berbagai bentuk pagelaran kesenian, khususnya yang tradisional, untuk sekaligus memberikan panggung bagi pertunjukkan kesenian tradisional. Atau, setiap hari diperdengarkan lagu-lagu Banjar dan jenis kesenian lainya dalam bentuk audio untuk mengganggu tidur kelelawar. Bisa juga melaksanakan ritual bagandang nyiru, dengan tujuan membuat kegaduhan dan gangguan terhadap tidur kelelawar.
Dengan Kelelawar yang menghuni anjungan Kalsel merupakan suatu tanda bahwa anjungan tersebut terlantar, menjadi tempat yang sepi, dan tiadanya aktivitas yang menandakan adanya penghuni tempat tersebut. Menurut Sirajul Huda sebagaimana yang dituturkannya, dulu saat anjungan Kalsel itu banyak aktivitas; dengan berbagai pergelaran dan pertunjukkan, tidak ada kelelawar. Kelelawar menempati anjungan Kalsel setelah aktivitas yang biasanya dilaksanakan sudah mulai tidak terlihat, sehingga anjungan menjadi tempat yang sepi pada siang hari yang memberikan suasana bagi kelelawar tidak terganggu dan merasa sebagai rumahnya sendiri. Apalagi, anjungan Kalsel yang dipasang plafon sehingga memberikan ruang kosong gelap pada bubungan tingginya; yang cocok untuk sarang kelelawar, lebih baik dibongkar dan diganti dengan plafon yang langsung menempel pada rangka bubungan tinggi.
Kelelawar akan merasa terganggu jika anjungan Kalsel itu terus melaksanakan berbagai aktivitas pada siang hari, terutama pergelaran dan pertunjukkan kesenian tradisional, yang mana sekaligus untuk memberikan panggung bagi penggiat kesenian tradisional. Dengan mendatangkan para penggiat kesenian tradisional dari Kalsel untuk pentas di anjungan Kalsel, tentu tempat itu tidak lagi seperti gua Batuhapu yang sepi pada malam hari, tetapi akan menjadi gaduh pada malam hari untuk latihan dan aktivitas siang hari untuk penampilan. Para penggiat kesenian tradisional Kalsel yang berdomisili di Jakarta juga dapat diminta dan difasilitasi untuk melakukan pegelaran kesenian, sehingga anjungan Kalsel tiada hari dengan sepi.
Para penggiat kesenian tradisional dari Kalsel yang mendapatkan kesempatan dan fasilitas untuk tampil di anjungan Kalsel, kemungkinan besar mereka bersedia menginap di anjungan tersebut sebagai bagian persiapan untuk pementasannya. Ketersedian MCK anjungan perlu diperhatikan, agar layak untuk menjadi tempat menginap bagi rombongan kesenian. Dengan kehadiran tim kesenian yang datang silih berganti, anjungan Kalsel tidak lagi menjadi tempat sepi dan tidak terawat. Anjungan Kalsel merupakan satu di antara anjungan daerah lainnya, yang mudah bagi para pengunjung Taman Mini Indonesia Indah membandingkan antara anjungan, sehingga sangat jelas perbedaan antara anjungan yang terawat dan ada aktivitasnya dengan yang terlantar, apalagi dengan cengkraman koloni kelelawar yang melempar tahi ke muka Kalsel.
Untuk pementasan atau pergelaran kesenian tradisional di anjungan Kalsel, para anggota dewan (11 anggota DPR dan 4 anggota DPD) dapat diketok pintu hatinya untuk menunjukkan kepedulian pada anjungan Rumah Banjar itu dengan memfasilitasi para rombongan kesenian tradisional setiap bulan sekali dari rombongan yang berbeda-beda untuk dapat pentas, setidaknya satu wakil rakyat satu pertunjukkan. Dengan cara yang lain juga dapat mereka lakukan, setidaknya para wakil rakyat itu malu dengan keadaan anjungan Kalsel yang mana keberadaannya di tempat mereka berdomisili saat ini. Sedangkan figur Menteri Lingkungan Hidup yang berasal dari Kalsel, mungkin juga merasakan malu atas koloni kelelawar pada anjungan Rumah Banjar, yang seperti pesan bagaimana kondisi Kalsel yang mengalami kerusakan alam dan lingkungan hidup; seakan kelelawar bagian korban yang mengungsi ke anjungan Kalsel tersebut.
Jadi, koloni kelelawar terhadap anjungan Rumah Banjar terjadi karena tempat itu kehilangan aktivitasnya, sehingga lebih sering dalam suasana sepi yang memberikan ketenangan pada kelelawar untuk melewatkan siang hari. Pemerintah provinsi harus bertindak cepat dan segera, karena anjungan Kalsel merupakan identitas yang ditampilkan di Ibukota, yang tentunya tidak ingin menjadi gambaran bagaimana tanah Banjar terlihat seperti sedang mengalami masa koloni yang nampak diperlihatkan kelelawar di anjungan Rumah Banjar, dan pihak yang berwenang terlihat tidak dapat berbuat apa-apa sehingga rumah identitasnya dipenuhi dengan berserakannya tahi kelelawar.
(Radar Banjarmasin, 6 Desember 2010: 3)
Posting Komentar